Minggu, 12 Maret 2017

ANALISIS JURNAL “THE DOW CORNING CRISIS: A BENCHMARK”

NAMA : THERESIA VINDA SENDY P
NIM     : 165120207113008

Dow Corning merupakan perusahaan pembuat silikon yang berada di Michigan, Amerika Serikat. Perusahaan Dow Corning ini mengalami krisis yang sangat besar yang melibatkan perusahaan dengan publiknya, serta kelompok-kelompok lain, seperti Food and Drug Administration dan media. Krisis dimulai pada tahun 1977, saat publik menggugat bahwa silikon yang digunakan untuk transplantasi payudara memicu masalah kesehatan bagi para penggunanya. Awal krisis ini diakibatkan adanya isu tentang perusahaan memproduksi implan silikon payudara yang berbahaya dan mengancam kesehatan wanita, karena isu ini terus berkembang dan pihak dow corning terkesan terlambat dalam meng-handle isu ini, sehingga menyebabkan masalah menjadi besar. Krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya bersifat negatif terhadap perusahaan (Kriyantono, Rachmat 2012:74). Peranan PR perusahaan Dow Corning untuk menanggulangi kasus tersebut masih mengalami kesalahan dalam praktiknya.“The very first lawsuit filed againts Dow Corning for faulty implants was in 1997. This means the company officials were aware that there would be problems over a decade before the actual crisis occured.(LaPlant, 1999). Peranan PR menurut Rachmat Kriyantono (2012: 21) adalah Memelihara komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publik, Melayani kepentingan public dan Memelihara perilaku dan moralitas perusahaan.
          Dalam permasalahan dow corning tersebut terbagi dalam tiga periode. Periode pertama Juli 1991. Dow corning melakukan beberapa kesalahan dalam menyelesaikan kasus yang sedang di alaminya yaitu PR mengalami kegagalan pembicaraan dengan publik yang tergantung dari bukti ilmiah untuk melakukan pertahanan dari public. Dalam hal ini tentunya peran PR untuk membentuk citra korporat yang baik dihadapan public tidak terbentuk sempurna. Pembentukan citra adalah pembentukan persepsi public pada perusahaan mengenai pelayanannya, produk, maupun yang menyangkut perusahaan tersebut. Sehingga pada akhirnya persepsi tersebut mempengaruhi sikap public, apakah mendukung, netral, atau memusuhi (Kriyantono, 2012: 9-10).  Perusahaan tersebut bersifat tertutup terhadap media dan publik yang menyebabkan pemberitaan terhadap perusahaan tersebut semakin negaitf. Pada saat klarifikasi permasalahan, juru bicara yang di bayar oleh perusahaan tersebut berbeda-beda dan akibatnya informasi yang disampakan ke publik juga berbeda-beda. Publik officer perusahan tidak berusaha mencoba untuk melakukan pencitraan positif terhadap public. Dua publik besar seperti Media dan FDA tidak mendapat pelayanan yang baik berkaitan dengan permasalahan tersebut. Dan mengakibatkan FDA membuat pernyataan bahwa implan yang di buat oleh perusahaan tersebut berbahaya. Akhirnya dow Corning menyewa pengacara yang bertarif mahal untuk memulihkan citra positif perusahaan tersebut. Namun masih saja perusahaan bersifat tertutup. Dan media meliputya dengan pemberitaan yang negatif.
Periode Kedua (September 1991 – February 1992). Dow corning menyerang FDA untuk mencebut gugatan dan menyangkal tuduhan berkaitan dengan implan payudara silikon yang tidak aman, namun FDA menunda gugatan tersebut. Dow corning bersedia melakukan berbagai pengujian dari produknya untuk menyakinkan publik. Akhirnya perusahaan mengangkat Keith MCKennon sebagai CEO dalam rangka memperbaki citra perusahaannya. Keith menggunakan pihak ketiga untuk menyelidik implan payudara, membuat hotline bagi publik yang menggunakan impan payudara miliknya. Tetapi FDA menutup layanan hotline tersebut dengan memberikan informasi yang salah.
Pada periode ketiga (februari 1992), Dow Corning meninggalkan bisnis implan payudara dan mengakui kebangkrutannya. Strategi yang mereka gunakan tidak mampu mencapai tujuan untuk merubah pandangan negatif terhadap perusahaannya. Bukannya memperbaiki citra melainkan mereka justru menciptakan tindakan yang menyebabkan kehancuran di bawah tekanan FDA dan media massa.
Menurut analisis dari kasus tersebut langkah-langkah yang diambil oleh Dow Cornings untuk menyelesaikan krisis tidak sesuai dengan prinsip public relations, yaitu tell the truth and trust. Tell the truth, perusahaan harus dapat berterus terang kepada public dan trust yang menyatakan memiliki kepercayaan, baik publik pada perusahaan maupun perusahaan kepada publik. Dalam permasalahan tersebut ditunjukan tidak adanya kejujuran dari pihak peusahaan kepada publik, terlihat dari langkah yang diambil perusahaan saat mengalami krisis yaitu memilih untuk menyangkal gugatan publik dan melakukan aksi tutup mulut. Sebaiknya perusahaan mengaplikasikan prinsip public relations yaitu the public must be informed sehingga tidak terjadi lack of information dan tidak memunculkan rumor-rumor negatif pada publik. Dow Corning melakukan penyangkalan, agar citra perusahaan tidak jatuh secara langsung. Akan tetapi, Dow Corning gagal dalam menjalankan strateginya tersebut. Pada akhirnya, perusahaan tersebut menutup bisnis transplantasi payudara dan menyatakan bangkrut. Hal ini menyebabkan two ways simetric pada perusahaan Dow Corning sebagai jalan akhir dari kebohongan yang telah terpendam beberapa tahun.
            Jika dilihat dari prinsip – prinsip Public Relations menurut Rachmat Kriyantono (2015), Public Relations dalam perusahaan harus mengandung :
1.      Tim Komunikasi
Dow corning belum menggunakan prinsip ini dengan baik sehingga mendapat banyak gugatan, yang terbukti perusahaan tertutup terhadap media dan publik yang menyebabkan pemberitaan terhadap perusahaan semakin negatif. Saat klarifikasi permasalahan, juru bicara perusahaan tersebut mengungkapkan pendapat yang berbeda – beda saat menyampaikan informasi ke publik.
2.      Kontrak Media Masa
Dow corning sangat tertutup dengan media masa dan tidak menyatakan kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga media memandang semakin negatif.
3.      Fakta – fakta
Dow corning hanya bergantung pada pembuktian ilmiah dan tidak mengakui bahwa implan payudara tidak aman.
4.      Konferensi pers berkala
Dow corning hanya menutup diri yang seharusnya mengungkapkan kepada media dan publik agar berita terbaru dapat terupdate dan agar tidak ada pemberitaan yang negatif.
5.      Tidak menutup informasi
Dow corning cenderung menutup informasi dan mengalihkan pemberitaan. Dow corning menyangkal bahwa produknya aman.
6.      Hati – hati dalam menyampaikan informasi
Publik officer perusahaan mengungkapkan pendapat yang berbeda – beda sehingga publik mengalami banyak keraguan dan media masa memberitakan yang negatif.
 Kesimpulan dari prinsip-prinsip ini adalah, perusahaan Dow corning tidak menjalankan prinsip-prinsip Public relations dengan baik yang mengakibatkan perusahaan Dow corning bangkut selain itu perusahaan dow corning masih tetap mendapat citra buruk dari publik.

Kriyantono, R. (2012). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan publisitas korporat. Jakarta: Kencana.
Kriyantono, R. (2015). Public relations, issue & crisis management : pendekatan critical publik relations, etnografi kritis & kualitatif. Jakarta : Kencana
LaPlant, K. (1999). Public relations quarterly. The dow corning crisis: A benchmark, 44 (2), 32







Tidak ada komentar:

Posting Komentar