NAMA : THERESIA VINDA SENDY P
NIM : 165120207113008
Dow Corning merupakan perusahaan pembuat silikon yang berada di Michigan, Amerika Serikat.
Perusahaan Dow Corning ini mengalami krisis yang sangat besar yang
melibatkan perusahaan dengan publiknya, serta kelompok-kelompok lain, seperti Food
and Drug Administration dan media. Krisis dimulai pada tahun 1977, saat
publik menggugat bahwa silikon yang digunakan untuk transplantasi payudara
memicu masalah kesehatan bagi para penggunanya. Awal krisis ini diakibatkan
adanya isu tentang perusahaan memproduksi implan silikon payudara yang
berbahaya dan mengancam kesehatan wanita, karena isu ini terus berkembang dan
pihak dow corning terkesan terlambat dalam meng-handle isu ini, sehingga
menyebabkan masalah menjadi besar. Krisis merupakan suatu masa yang kritis
berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya bersifat negatif
terhadap perusahaan (Kriyantono, Rachmat 2012:74). Peranan PR perusahaan Dow
Corning untuk menanggulangi kasus tersebut masih
mengalami kesalahan dalam praktiknya.“The very first lawsuit filed againts
Dow Corning for faulty implants was in 1997. This means the company officials
were aware that there would be problems over a decade before the actual crisis
occured.”(LaPlant, 1999).
Peranan PR menurut Rachmat Kriyantono (2012: 21) adalah
Memelihara komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publik, Melayani kepentingan public dan
Memelihara perilaku dan moralitas perusahaan.
Dalam
permasalahan dow corning tersebut terbagi dalam tiga periode. Periode pertama
Juli 1991. Dow corning melakukan beberapa kesalahan dalam menyelesaikan kasus
yang sedang di alaminya yaitu PR
mengalami kegagalan pembicaraan dengan publik yang tergantung dari bukti ilmiah
untuk melakukan pertahanan dari public. Dalam hal ini tentunya peran PR
untuk membentuk citra korporat yang baik dihadapan public tidak terbentuk
sempurna. Pembentukan citra adalah pembentukan persepsi public pada perusahaan
mengenai pelayanannya, produk, maupun yang menyangkut perusahaan tersebut.
Sehingga pada akhirnya persepsi tersebut mempengaruhi sikap public, apakah
mendukung, netral, atau memusuhi (Kriyantono, 2012: 9-10). Perusahaan tersebut bersifat tertutup
terhadap media dan publik yang menyebabkan pemberitaan terhadap perusahaan
tersebut semakin negaitf. Pada saat klarifikasi permasalahan, juru bicara yang
di bayar oleh perusahaan tersebut berbeda-beda dan akibatnya informasi yang
disampakan ke publik juga berbeda-beda. Publik officer perusahan tidak berusaha
mencoba untuk melakukan pencitraan positif terhadap public. Dua publik besar
seperti Media dan FDA tidak mendapat pelayanan yang baik berkaitan dengan
permasalahan tersebut. Dan mengakibatkan FDA membuat pernyataan bahwa implan
yang di buat oleh perusahaan tersebut berbahaya. Akhirnya dow Corning menyewa
pengacara yang bertarif mahal untuk memulihkan citra positif perusahaan
tersebut. Namun masih saja perusahaan bersifat tertutup. Dan media meliputya
dengan pemberitaan yang negatif.
Periode Kedua (September 1991 – February 1992). Dow corning menyerang FDA untuk mencebut gugatan
dan menyangkal tuduhan berkaitan dengan implan payudara silikon yang tidak
aman, namun FDA menunda gugatan tersebut. Dow corning bersedia melakukan berbagai pengujian dari
produknya untuk menyakinkan publik. Akhirnya perusahaan mengangkat Keith
MCKennon sebagai CEO dalam rangka memperbaki citra perusahaannya. Keith
menggunakan pihak ketiga untuk menyelidik implan payudara, membuat hotline bagi publik yang
menggunakan impan payudara miliknya. Tetapi FDA menutup layanan hotline
tersebut dengan memberikan informasi yang salah.
Pada periode ketiga (februari 1992), Dow Corning meninggalkan
bisnis implan payudara dan mengakui kebangkrutannya. Strategi yang mereka
gunakan tidak mampu mencapai tujuan untuk merubah pandangan negatif terhadap
perusahaannya. Bukannya memperbaiki citra melainkan mereka justru menciptakan
tindakan yang menyebabkan kehancuran di bawah tekanan FDA dan media massa.
Menurut analisis dari kasus tersebut langkah-langkah
yang diambil oleh Dow Cornings untuk menyelesaikan krisis tidak sesuai dengan
prinsip public relations, yaitu tell the truth and trust. Tell the
truth, perusahaan harus dapat berterus terang kepada public dan trust yang menyatakan memiliki kepercayaan,
baik publik pada perusahaan maupun perusahaan kepada publik. Dalam
permasalahan tersebut ditunjukan tidak adanya kejujuran dari pihak peusahaan
kepada publik, terlihat dari langkah yang diambil perusahaan saat mengalami
krisis yaitu memilih untuk menyangkal gugatan publik dan melakukan aksi tutup
mulut. Sebaiknya perusahaan mengaplikasikan prinsip public relations yaitu the
public must be informed sehingga tidak terjadi lack of information
dan tidak memunculkan rumor-rumor negatif pada publik. Dow Corning melakukan
penyangkalan, agar citra perusahaan tidak jatuh secara langsung. Akan
tetapi, Dow Corning gagal dalam menjalankan strateginya tersebut. Pada
akhirnya, perusahaan tersebut menutup bisnis transplantasi payudara dan
menyatakan bangkrut. Hal ini menyebabkan two ways simetric pada
perusahaan Dow Corning sebagai jalan akhir dari kebohongan yang telah terpendam
beberapa tahun.
Jika dilihat dari prinsip – prinsip
Public Relations menurut Rachmat Kriyantono (2015), Public
Relations dalam perusahaan harus mengandung :
1. Tim Komunikasi
Dow corning belum menggunakan prinsip ini dengan baik
sehingga mendapat banyak gugatan, yang terbukti perusahaan tertutup terhadap
media dan publik yang menyebabkan pemberitaan terhadap perusahaan semakin
negatif. Saat klarifikasi permasalahan, juru bicara
perusahaan tersebut mengungkapkan
pendapat yang berbeda – beda saat menyampaikan informasi ke publik.
2. Kontrak Media Masa
Dow corning sangat tertutup dengan media masa dan tidak
menyatakan kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga media memandang semakin
negatif.
3. Fakta – fakta
Dow corning hanya bergantung pada pembuktian ilmiah dan
tidak mengakui bahwa implan payudara tidak aman.
4. Konferensi pers berkala
Dow corning hanya menutup diri yang seharusnya
mengungkapkan kepada media dan publik agar berita terbaru dapat terupdate dan
agar tidak ada pemberitaan yang negatif.
5. Tidak menutup informasi
Dow corning cenderung menutup informasi dan mengalihkan
pemberitaan. Dow corning menyangkal bahwa produknya aman.
6. Hati – hati dalam menyampaikan informasi
Publik officer perusahaan mengungkapkan pendapat yang
berbeda – beda sehingga publik mengalami banyak keraguan dan media masa
memberitakan yang negatif.
Kesimpulan
dari prinsip-prinsip ini adalah, perusahaan Dow corning tidak menjalankan
prinsip-prinsip Public relations dengan baik yang mengakibatkan perusahaan Dow
corning bangkut selain itu perusahaan dow corning masih tetap mendapat citra
buruk dari publik.
Kriyantono, R.
(2012). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan
publisitas korporat. Jakarta: Kencana.
Kriyantono,
R. (2015). Public relations, issue &
crisis management : pendekatan critical publik relations, etnografi kritis
& kualitatif. Jakarta : Kencana
LaPlant, K. (1999). Public relations
quarterly. The dow corning crisis: A benchmark, 44 (2), 32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar