Senin, 20 Maret 2017

PUBLIC RELATIONS SEBAGAI KAJIAN ILMU DAN TEORI

NAMA : THERESIA VINDA SENDY
NIM     : 165120207113008



            “public relations is planned, persuasive communication designed to influence significant public” yang diartikan oleh Rachmat Kriyantono (2012) dalam buku Public Relation Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat yaitu “public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif dan terencana yang didesain untuk memengaruhi publik yang signifikan”. Scott M. Cutlip, Allen H. Center dan Glen M. Broom, (2009, 35) Public Relations merupakan fungsi manajemen yang membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakat, yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya. John E. Marston (1979). Publik relations merupakan aktivitas komunikasi yang sangat dibutuhkan, baik oleh organisasi, lembaga, dan perusahaan. Public relation digunakan untuk menjaga hubungan baik antara perusahaan dengan publiknya. Public relations juga digunakan untuk membangun citra positif dimata public baik yang terkait dengan publik internal maupun publik eksternal, di dalam suatu proses komunikasi agar tercipta hubungan yang efektif. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui public relation sebagai kajian ilmu aktivitas keilmuan dan disiplin ilmu dan teori dalam public relation.
Jefkins (1998) menyebut PR sebagai a system of communication to create goodwill ” Sistem komunikasi dalam definisi ini memiliki cakupan keseluruhan elemen organisasi, termasuk individu - individu perorangan di dalamnya, seperti definisi PR dari Harrison (2009, h. 1) sebagai “deliberate  planned, and sustained effort to establish and maintain mutual understanding between an organization (or individual) and its (their) publics.”Karena itu, PR dapat dimaknai sebagai aktivitas manajemen komunikasi yang terjadi dalam dua pendekatan: sebagai metode komunikasi dan teknik komunikasi (Kriyantono, 2014).Kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan baik jika praktisi PR melaksanakan dua peran secara proporsional, yaitu peran manajerial dan teknisi komunikasi (baca Bivins, 2008; L. Grunig, dkk, 2002; Kriyantono, 2014; Lattimore, dkk, 2007). Sebagai metode komunikasi, aktivitas PR dilakukan secara metodis, yaitu terencana oleh struktur kelembagaan yang jelas seperti divisi PR. Sebagai teknik komunikasi, aktivitas PR dilakukan setiap individu, direncanakan atau tidak, sehingga melahirkan prinsip ‘everybody is a PR atau you are PR on yourself. Dalam kontek organisasi, metode dan teknik komunikasi ini tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi. Komunikasi adalah bersifat kesatuan keseluruhan, yaitu perilaku individu dan organisasi saling terkait.
Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai public relations yang dilakukan untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public relations dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public relation sebenarnya berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu public relation meliputi ilmu komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA). Bukti bahwa PR adalah kajian ilmu adalah karena PR memiliki objek material maupun objek formal, memiliki metode, sisematis, dan universal. Objek material meliputi manusia atau public, sedangkan objek formalnya adalah hubungan antara organisasi dengan publiknya. Tedapat dua kategori public dalam PR, yakni public internal dan public eksternal. Public internal adalah public yang berada didalam lingkungan organisasi, seperti karyawan, manajer, dan pemegang saham. Sedangkan public eksternal adalah public yang berada diluar organisasi, seperti lembaga pemerintah, pelanggan, pemasok, bank, media/pers, dan komunitas. PR memiliki metode untuk diteliti, baik kualitatif maupun kuantitatif.
PR sebagai ilmu tentunya bersifat sistematis, yang berarti proses yang dilakukan dalam penelitian PR menggunakan langkah-langkah tertentu bersifat logis. PR bersifat sistematis karena tahapan dalam penelitian PR sistematis mulai dari latar belakang penelitian sampai kesimpulan penelitian dan saran penelitian. Perkembangan publik relation sehingga menjadi sebuah sejarah saat ini karena publik relations berawal dari retrorika. Public Relation tidak hanya berkembang dibidang aktivitas sosial ataupun pofesi. Public relation juga telah menjadi sebuah kajian ilmu. Seperti yang kita ketahui, kajian ilmu Public Relation merupakan sebuah metateori yang terdiri dari 4 teori, yaitu retorika, evolusi, psikoanalisis, dan marxisme. Berikut penjelasan mengenai teori-teori tersebut :
1.      Teori retorika
Menurut KBBI, kata retorika memiliki arti ketrampilan berbahasa secara efektif ; studi tentang pemakian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang. Dalam ilmu komunikasi, retorika disebut pula sebagai komunikasi publik. Dalam berbicara di depan public, para pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak mereka : memberi informasi, menghibur, dan membujuk (West, 2008) . Tujuan terakhir tersebut lah yang menjadi inti dari komunikasi retorika.

Ilmu mengenai retorika pada awalnya dikembangkan di  Yunani dan dikemukakan oleh Aristoteles.  Dikatakan bahwa teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika atau sebagai alat persuasi yang tersedia (West, 2008). Selain itu,  diungkapkan pula bahwa retorika digambarkan sebagai suatu seni yang dapat menyatukan baik pembicara maupun khalayak.
Ada beberapa elemen yang mencakup teori retorika, yaitu komunikator, pesan, dan audiens. Dalam praktiknya, teorika harus memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a.       Pembicara yang efektif perlu mempertimbangkan audiens
Dalam hal ini, pembicara perlu mengetahui siapa dan bagaimana audiens yang sedak di ajak berbicara.
b.      Pembicara yang  efektif menggunakan sejumlah bukti-bukti dalam pembicaraannya.
Hal ini berkaitan dengan konsep ethos, logos, dan pathos. Ethos merupakan karakter atau niat baik pembicara. Pathos berkaitan dengan emosi yang ditimbulkan pada khalayak. Sedangkan, logos adalah penggunaan argumen dan rasionalisasi yang digunakan.
Dalam buku West, 2008, Konrad Lorenz mengatakan bahwa “Apa yang diucapkan tidak berarti juga didengar. Apa yang didengar tidak berarti juga dimengerti. Apa yang dimengerti tidak berarti juga disetujui. Apa yang disetujui tidak berarti juga diterima. Apa yang diterima tidak berarti juga dihayati dan apa yang dihayati tidak berarti juga mengubah tingkah laku.” Maka, retorika disini bertujuan agar pembicara membuat audiens dapat mendengar, mengerti, menyetujui, menghayati, dan mengubah perilaku .
2.      Teori evolusi
Kata evolusi tidak lagi terasa asing dalam pendengaran kita. “Mahluk paling kuat adalah mahluk yang bertahan di alam ini”, begitu bunyi inti dari teori evolusi tersebut. Charles Darwin yang merupakan pakar teori ini mulai merambah pernyataan-pernyataan tersebut ke dalam keilmuan sosial. Darwinisme pun telah mempengaruhi perkembangan ilmu komunikasi. Ia mengemukakan mengenai pemahaman tentang bahasa tubuh atau komunikasi non verbal dalam bukunya The Expression in Men and Animals. Ia menyajikan beberapa kesimpulan dan pemikiran tentang perilaku ekspresif yang sering kali dijabarkan dalam bentuk bahasa tubuh yang ekspresif.

Istilah non-verbal biasanya digunakan untuk meuliskan suatu proses komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Komunikasi non verbal itu sendiri memiliki beberapa fungsi, seperti yang diungkapkan Ekman, 1965; Knapp 1978, yaitu :
1.      Menekankan
Seseorang menggunakan komunikasi non verbal untuk menekankan beberapa bagian dari komunikasi verbal. Misalnya, tersenyum untuk menekankan ungkapan tertentu.
2.      Melengkapi
Pembicara menggunakan komunikasi non verbal untuk memperkuat sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. Misalnya, pada saat bercerita kisah-kisah yang bersifat komedi, kita akan tersenyum lebar.
3.      Menunjukka kontradiksi
Dalam hal ini, kontradiksi dilakukan untuk menunjukkan sikap menentang secara non verbal. Misalnya, menyilangkan jari yang mengartikan bahwa kita tidak setuju.
4.      Mengatur
Fungsi mengatur digunakan untuk mengisyaratkan keinginan. Misalnya, menggunakan gerakan tangan ketika mengatakan sesuatu.
5.      Mengulangi
Komunikasi non verbal juga dapat digunakan untuk mengulangi apa yang biasanya menjadi bagian dari komunikasi verbal. Misalnya, pada saat kita ingin mengatakan “apa benar?”, kita hanya perlu mengangkatkan alis mata kita.
6.      Menggantikan
Komunikasi non verbal memiliki fungsi untuk menggantikan pesan verbal. Misalnya, menganggukkan kepala yang memiliki bahwa kita mengatakan iya.
3. Teori psikoanalisis
 merupakan sebuah teori yang dibangun oleh Sigmuncl Freed. Dalam teori ini menjelaskan perilaku manusia di dalam diri individu manusia itu. Dalam perkembangannya teori psikoanalisis berkembang menjadi sebuah teori.
4. Marxisme
 merupakan teori yang dikembangkan oleh Karl Marx yang membagi perihal masyarakat kapitalis. Terkait dengan ini Kriyantono (2012) menyebutkan bahwa dalam komunikasi dan PR, teori kritis berhubungan mengubah struktur sosial politik, dan ekonomi yang membatasi petensi individu. Teori kritis digunakan untuk mengungkap realitas. PR yang berhubungan dengan ideologi dan kepentingan apa yang diperoleh dalam suatu program PR dan mengkritik dan kesan yang sedang berlangsung di area PR.
Dalam teori teori publik relations dan pengaplikasiaanya ini menelaahan, secara hati-hati, buku-buku teks PR dan sejumlah jurnal ilmiah PR di perguruantinggi, menunjukkan Ilmu PR masih terkait dengan disiplin lain yang mendasari ilmu PR. Disiplin ilmu yang mendasari ilmu PR ini termasuk ilmu komunikasi, komunikasi massa, psikologi, sosiologi, dan lebih jauh lagi terkait dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi, dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA). Dalam Paper Emas IPRA No. 12 itu disebutkan pula, dua dekade ini melahirkan pengembangan sejumlah teori eksklusif dalam bidang PR. Sejumlah besar teori ini dikembangkan James Grunig dari Universitas Maryland. Ia salah seorang dari tiga akademisi PR yang sangat dikenal dalam memberikan kontribusi pengembangan Ilmu PR, dengan lahirnya Situational Theory (terdiri dari empat model). Kempat model yang dikemukakan Grunig diakui sebagai PR praktis dan teori yang istimewa (excellence).Teori situasional Grunig berupaya untuk mengidentifikasi permasalahan di sekitar publik. Ia menyebutnya isu-isu situasional. Grunig berargumen, penelitian komunikasi lebih memperhatikan pemasaran pada produk dibandingkan publik-publik mereka (perusahaan). Teori situasional mendorong pembentukan public mereka, sewaktu orang-orang mengatur transaksi dengan suatu konsekuensi pada organisasinya mereka. Dan Grunig menekankan, publik-publik ini menjadi target-target optimal kampanye komunikasi. Dalam model Teori Situasional, Grunig mengidentikasi empat macam publik secara khusus:
All-Issue Publics : Publik-publik yang aktif pada semua isu.
Aphatetic Publics : Publik-publik yang tidak memperhatikan pada semua isu.
Single-Issu Publics : Publik-publik yang aktif pada satu, atau sebagian kecil isu pokok, yang hanya memperhatikan sebagian kecil dari populasi (sebagai contoh, kontroversi pembunuhan besar-besaran ikan paus).
Hot-Issue Publics : Publik hanya aktif pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang terdekatnya dalam populasi, dan diterima karena peliputan media secara luas (Contoh: gasolin, kekurangan bahan pangan, mengendarai mobil dalam keadaan mabuk, pembuangan limbah beracun).
Empat model PR ini dikembangkan Grunig bersama Todd Hunt dari Universitas Rutgers, dan menggambarkan peralihan PR bisnis dari strategi komunikasi perusahaan satu arah menjadi lebih terbuka dengan komunikasi dua arah. Tentu saja, hasil kerja Grunig, yang menggam- barkan PR sebagai sesuatu yang interaktif dan memakai komunikasi dua arah, memberikan gaung pada karya sebelumnya, yakni salah seorang Bapak PR Modern, Edward Bernays, yang terkenal dengan bukunya Crystallizing Public Opinion.
Bernays menyarankan PR efektif memerlukan dua sisi dengan sasaran dan tujuan suatu perusahaan yang selalu dapat memprediksi munculnya suatu kepercayaan publik dan kepentingan pribadi. Empat Model PR dari Grunig-Hunt adalah:
Publicty or Press Agentry,
Public Information
Two-Way Asymmetrical Communication
 Two-Way Symmetrical Communication.
Model Press Agentry dan Model Public Information adalah PR model satu arah dan menggambarkan program komunikasi yang tidak berdasarkan pada penelitian dan perencanaan strategi. Model Two-way Asymmetrical Communiction menggambarkan pendekatan lebih sopistiket (maju) karena menggunakan penelitian untuk mengembangkan pesan-pesan yang memungkinkan publik-publik strategi terdorong untuk mengikuti keinginan-keinginan organisasi. Penelitian Grunig mengemukan tindakan PR yang sangat efektif dilakukan melalui apa yang ia sebut  the two-way symmetrical model PR di sini didasarkan pada strategi pengunaan penelitian; dan komunikasi digunakan untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahamam publik-publik strategis. Dalam bahasa sederhana, two-way symmetric model menjelaskan bahwa lebih baik berbicara dan mendengar dibanding hanya berbicara saja. Dan lebih bernegosiasi dengan publik-publik disbanding mencoba kekuatan untuk mengubah mereka (publik).
Teori  Excellence Grunig tumbuh pesat. Kegiatan penelitian, yang diarahkan oleh Profesor Grunig, banyak dilakukan dan didanai oleh International Association of Business Communicators. Kegiatan penelitiannya mengombinasikan temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi, serta memberikan nilai tambah teoretis pada kontribusi Grunig. Beberapa sarjana lain meyitir teorinya, yang memberikan saran dan petunjuk bagaimana PR dapat mendorong organisasi dapat berpartisipasi secara  excellent melalui pembinaan hubungan jangka panjang dengan publik-publik strategi. Grunig dan Todd Hunt juga memperkenalkan the  Domino Model of Public Relations Effects. Model ini menyatakan secara tidak langsung kekuatan hubungan sebab akibat antara pesan- pesan PR dan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Menurut model ini, pesan-pesan PR dapat mengubah tingkat pengetahuan. Lebih jauh lagi, untuk mengubah sikap dan perilaku atau perubahan opini. Grunig dan Hunt, secara hati- hati, memilih metafora domino untuk menggambarkan model ini. Mereka mengemukakan pentingnya model ini terletak pada kesenjangan waktu di antara setiap komponen model—pesan, pengetahuan, sikap dan perilaku—yang tidak terlalu jauh satu sama lain. Sementara itu, banyak sarjana PR kini mengakui Grunig sebagai seorang  leader (“begawan”) dalam pengembangan teori-teori eksklusif PR. Banyak pakar lain juga memberikan kontribusi pada pengembangan teori PR Glen Broom dan David Dozier patut menjadi perhatian. Catatan hasil berbagai penelitian Broom dan Dozier tentang tingkat implementasi dan kriteria dampak program- program PR, dengan pengembangan  Coorien- tation Model yang menguji tujuan-tujuan dan dampak program-program komunikasi antara organisasi-organisasi dengan publik-publik mereka: merupakan catatan penting. Broom dan Dozier membuat konsep sepuluh tingkat perbedaan di mana dampak potensial komunikasi dapat diukur. Mereka menyusun perhitungan dan jumlah pesan yang telah dikirim, atau aktivitas, yang telah dilaksanakan (kriteria penyebaran dimulai dari tingkat terendah) terhadap dampak kompleksitas perubahan sosial dan budaya (kriteria dampak tingkatan lebih tinggi). Tingkatan kriteria lebih tinggi, lebih sulit. Model Coorientation dari Broom dan Dozier mengemukakan, tipe-tipe perbedaan hubungan, atau  coorientation states, berada di antara organisasi-organisasi dan publik publik mereka. Tipe pertama, penggambaran perbedaan ini dalam tingkat kesepakatan antara bagaimana suatu organisasi dan publiknya, di mana keduanya memiliki pandangan yang sama tentang suatu isu. Tipe coorientation states lainnya adalah memperhatikan akurasi dan penerimaan kesepakatan itu. Model ini menggambarkan bahwa peningkatan dalam akurasi dan kesepakatan sebagai tujuan yang bermanfaat bagi program-program PR. (Ardianto, 1999)
Sedangkan menurut (Lattimore, Baskin, Heiman, Toth, h.62) teori public relations terbagi menjadi beberapa sebagai berikut :
    
 I.Teori Hubungan

a   Teori Sistem: mengevaluasi hubungan dan struktur karena mereka terkait dengan organisasi secara keseluruhan.
b.    Teori situasional: mempertahankan situasi akan menentukan hubungan.

II.Teori Kognisi dan Perilaku

a.    Teori pertukaran sosial: memprediksi kelompok dan individu berdasarkan keuntungan serta biaya yang diperkiraan.
b.    Teori difusi: menyatakan bahwa orang akan mengadopsi sebuah ide penting atau inovasi setelah melewati lima langkah terpisah: kesadaran, minat, evaluasi, percobaan, dan adopsi.
c.    Teori pembelajaran sosial: menyatakan bahwa orang menggunakan penggodokan informasi dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku.
d.    Model elaborasi kemungkinan: menyarankan bahwa pembuatan keputusan dipengaruhi oleh adanya pengulangan, keuntungan, dan juru bicara yang kredibel.

III.Teori Komunikasi Massa

1.    Teori manfaat dan gratifikasi: menyatakan bahwa orang adalah pengguna aktif media dan mereka menyeleksi media berdasarkan seberapa besar media itu memberikan rasa puas kepada mereka.
2.    Teori pengaturan agenda: menyarankan bahwa isi media yang dibaca, dilihat, dan didengar sengaja dirancang untuk mengatur apa yang akan dibicarakan oleh masyarakat.

IV.Pendekatan terhadap Resolusi Konflik

1.    Sembilan strategi pertengkaran: kerjasama; akomodasi; penghidaran; konstuktif tanpa syarat; kompromi; berprinsip; menang-menang atau tidak sama sekali; mediasi.

KESIMPULAN

Publik relations merupakan aktivitas komunikasi yang sangat dibutuhkan, baik oleh organisasi, lembaga, dan perusahaan. Public relation digunakan untuk menjaga hubungan baik antara perusahaan dengan publiknya. Public relations juga digunakan untuk membangun citra positif dimata public baik yang terkait dengan publik internal maupun publik eksternal, di dalam suatu proses komunikasi agar tercipta hubungan yang efektif. Sebagai teknik komunikasi, aktivitas PR dilakukan setiap individu, direncanakan atau tidak, sehingga melahirkan prinsip ‘everybody is a PR atau you are PR on yourself. Dalam kontek organisasi, metode dan teknik komunikasi ini tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi. Komunikasi adalah bersifat kesatuan keseluruhan, yaitu perilaku individu dan organisasi saling terkait.
Public relations sebagai kajian ilmu juga menunjukkan berbagai penelitian mengenai public relations yang dilakukan untuk menguji teori (verifikatif), menemukan teori ataupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan public relations. Penelitian mengenai public relations dilakukan untuk memahami masalah secara lebih akurat, sehingga dapat mengusulkan suatu program dan pemecahan masalah yang tepat. Penelitian public relation sebenarnya berkaitan dengan disiplin ilmu lain yang mendasari ilmu public relation meliputi ilmu komunikasi, psikologis, sosiologi dan lebih lanjut berkaitan dengan disiplin ilmu bisnis, perdagangan, ekonomi dan manajemen (Gold Paper No. 12, 1997, IPRA). Tedapat dua kategori public dalam PR, yakni public internal dan public eksternal PR sebagai ilmu tentunya bersifat sistematis, yang berarti proses yang dilakukan dalam penelitian PR menggunakan langkah-langkah tertentu bersifat logis. PR bersifat sistematis karena tahapan dalam penelitian PR sistematis mulai dari latar belakang penelitian sampai kesimpulan penelitian dan saran penelitian, kajian ilmu Public Relation merupakan sebuah metateori yang terdiri dari 4 teori, yaitu retorika, evolusi, psikoanalisis, dan marxisme Teori situasional Grunig berupaya untuk mengidentifikasi permasalahan di sekitar publik. Ia menyebutnya isu-isu situasional. Grunig berargumen, penelitian komunikasi lebih memperhatikan pemasaran pada produk dibandingkan publik-publik mereka (perusahaan) Dalam model Teori Situasional, Grunig mengidentikasi empat macam publik secara khusus:
All-Issue Publics : Publik-publik yang aktif pada semua isu.
Aphatetic Publics : Publik-publik yang tidak memperhatikan pada semua isu.
Single-Issu Publics : Publik-publik yang aktif pada satu, atau sebagian kecil isu pokok, yang hanya memperhatikan sebagian kecil dari populasi (sebagai contoh, kontroversi pembunuhan besar-besaran ikan paus).
Hot-Issue Publics : Publik hanya aktif pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang terdekatnya dalam populasi, dan diterima karena peliputan media secara luas. Empat Model PR dari Grunig-Hunt adalah:
Publicty or Press Agentry,Public Information, Two-Way Asymmetrical Communication, Two-Way Symmetrical Communication. Model Press Agentry dan Model Public Information adalah PR model satu arah dan menggambarkan program komunikasi yang tidak berdasarkan pada penelitian dan perencanaan strategi



























DAFTAR PUSTAKA
Cutlip, Scott M.; Center, Allen H.; Broom, Glen M. (2000).  Effective Public Relations. Jakarta: Prenada.
Anonymous. (1997). The Evolution of Public Relations Education and the Influence of Globalisation, Survey of Eight Countries, Gold Paper No. 12, International Public Relations Association (IPRA).
Kriyantono, R. (2014). Teori public relations perspektif barat dan lokal: Aplikasi penelitian & praktik. Jakarta: Prenada Media.
Kriyantono, R. (2012). Public relations writing: Teknik produksi media public relations dan publisitas media(2 ed.). Jakarta: Prenada Media
Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S., & Toth, E. L. (2007). Public relations : The profession and the practice. New York: McGraw-Hill.
Grunig, L. A., Grunig, J. E., & Dozier, D. M. (Eds.). (2002). Excellent public relations
and effective organization. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Bivins, T. H. (2008). Public relations writing: The essentials of style and format. New York: McGraw Hill.
Soemirat Soleh dan Ardianto Elvinaro. (2002). Dasar-Dasar Public Relations. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.
Ardianto, E. (1999). Teori dan Metodologi Penelitian “ Public Relations ” Teori dan Model Public Relations, 231–241.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar